Apakah kamu merasakan sesak yang membebat dadamu hingga kamu tak sanggup untuk menahannya? Sayang, itu rindu. Tapi kepada siapa?
Sejenak satu dari seribu nama yang kamu tahu tiba-tiba mengisi aliran kapiler-kapiler otakmu, beserta darah dan seluruh sari-sari metabolisme tubuhmu, membuatmu semakin penasaran pada sosok yang memiliki nama indah itu. Hatimu ragu bahwa itu rindu. Rindu untuk siapa?
Mungkin malam ini ia merasuk ke dalam mimpi di tidurmu. Ia tersenyum dan bersenda gurau bersamamu, ia tertawa dan bercerita banyak hal kepadamu, seperti setiap pertemuan kalian di sudut gedung tua itu. Dan pikiranmu tak pernah mengatakan, "Kamu hanya sebatas bermimpi." Ia terlalu nyata untuk sebuah mimpi, terlalu indah untuk bertahan sekejap mata. Kamu sudah terlalu rindu, ya? Untuk siapa?
Pagi itu kamu terbangun dan ia kembali berkelebat di pikiranmu. Kamu tahu kamu takkan bisa melihat senyumnya, mendengar tawanya dan ocehannya yang tiada putus hari itu. Maka, kamu raih saja penghubungmu, mengetikkan pesan "Selamat Pagi" hanya untuk memastikan ia baik-baik saja. Senyummu tak terbantahkan ketika kamu membayangkan ia menerima pesan itu dengan muka bantal dengan senyum manisnya. Betapa kamu bahagia pagi itu, sampai dadamu ikut-ikutan terasa meluap. Rindumu terus mengembang.
Kamu tahu? Langit cemburu melihatmu. Karena rindu yang ia tahan di atas sana tak pernah sempurna tersampaikan kepada bumi, meski milyaran butir hujan setiap hari turun dan mengantarkan rindu itu hingga ke dasar. Kenapa? Karena sebanyak apapun butir hujan yang turun dari langit, langit tahu ia tak akan pernah bisa menggapai bumi, meskipun bumi setia berada di bawahnya, ia tak pernah puas memandang bumi dari jarak ribuan kilometer. Dan butiran hujan yang turun dari langit hanya sejenak berada di dasar bumi, sebelum pepohonan itu mencuri dan bersemayam bersamanya.
Dan langit melirikmu cemburu.
Kamu mungkin tidak sadar, tapi hati kamu terlampau rindu. Rindu yang entah untuk siapa. Langit tak pernah tahu.
via ermaynee.wordpress.com |
No comments:
Post a Comment