Entah ada badai apa, seseorang bertanya kepada saya, "Kamu belum move on ya?" Inti dari segala basa-basinya sih begitu.
Well, bagi beberapa orang yang saya tahu termasuk saya sendiri, saya sudah lama move on. Serius. Indikator move on apa sih? Mungkin bagi beberapa orang sedikit beda ya, tapi bagi saya move on itu adalah ketika kita benar-benar tidak meratapi apa yang di belakang dan terus menatap ke depan tanpa batas dan melakukan apapun untuk ke depannya lebih baik lagi. Intinya, ya melupakan apa yang terjadi kemarin dan kembali fokus untuk menghadapi rintangan di depan. Sejenis kalau lagi ngerjain ujian: datang, kerjakan, lupakan.
Kalau ngomongin mantan, well, nggak ada salahnya mantan itu dikenang, tho?
Apalagi kalau ada hal-hal yang menyenangkan pernah terjadi. Mengenang mantan itu nggak dosa kok, tapi benar atau tidaknya itu tergantung bagaimana kita menyikapi. Kalau mengenang sambil nangis-nangis terus lama-lama bilang, "Aku nyesel putus. Never might I find someone like him *terus nyanyi*" itu...... yah bisa dikatakan belum move on dan sebaiknya tidak dilakukan yaa. Tapi kalau mengenangnya macam, "Iyaya, aku dulu pernah pacaran sama dia. Hihi lucu dulu aku sampe nangis-nangis kalau ada masalah dikit, ngambek kalau dia nggak perhatian. Dia itu pengertian sih, tapi banyak cueknya." dan macam yang lainnya itu menurut saya bisa dibilang sudah move on.
Apalagi kalau ada hal-hal yang menyenangkan pernah terjadi. Mengenang mantan itu nggak dosa kok, tapi benar atau tidaknya itu tergantung bagaimana kita menyikapi. Kalau mengenang sambil nangis-nangis terus lama-lama bilang, "Aku nyesel putus. Never might I find someone like him *terus nyanyi*" itu...... yah bisa dikatakan belum move on dan sebaiknya tidak dilakukan yaa. Tapi kalau mengenangnya macam, "Iyaya, aku dulu pernah pacaran sama dia. Hihi lucu dulu aku sampe nangis-nangis kalau ada masalah dikit, ngambek kalau dia nggak perhatian. Dia itu pengertian sih, tapi banyak cueknya." dan macam yang lainnya itu menurut saya bisa dibilang sudah move on.
In fact, maybe you don't believe or you have other opinions, saya ngerasa saya di macam yang kedua. Oke, mungkin saya banyak menyebutkan saya ingin suami dokter. FYI, bahkan sebelum saya suka sama mantan saya pun saya sudah pengen punya suami dokter. Dan fakta bahwa mantan saya sekolah di sekolah kedokteran adalah murni kejadian alam dan kebetulan belaka, meski dulu saya pernah mempengaruhi dia buat sekolah di kedokteran gara-gara saya memang pengen punya suami dokter, lol. Tapi, jujur bukan itu alasan mayor saya dalam memengaruhi dia untuk sekolah di kedokteran, karena saya lihat dia punya skill dan jiwa di sana daripada sekolah ekonomi atau lain-lain. Sayang banget kan dia punya skill itu tapi nggak dikembangin dengan baik, padahal potensial buat masa depan yang lebih baik? Tapi, entahlah sekarang dia enjoy apa enggak di sana, lol.
Dulu teman-teman yang lain pernah bertanya pas main "Truth or Truth" (karena untuk menurut kami nggak menarik kalau udah milih 'Dare', lol). Saya mendapat pertanyaan yang nggak jauh dari situ, "Kalau kamu punya suami dokter, maunya yang lama apa yang baru? (maksudnya mantan atau orang lain)" And I answered, "Pengennya, dan kalau bisa, sih yang baru. Makanya kenalin atuh ya ke temen-temen dokternya, haha."
Via Xx Medical Whispers xX |
Saya adalah tipikal orang yang selalu berpikir bahwa 'Nggak ada yang tahu masa depan kayak apa'. Yes, it's true. Kalau ngomongin konteks jodoh, saya sebenarnya takut terlalu ngarep punya suami dokter. Kalau pas dikasihnya bukan dokter sama Allah, apa ya mau demo? Terus mogok ibadah sebagai bentuk protes? Na'udzubillahimindholik, nggak mungkin kan? Kalau dibilang pengen, ya pengen banget. Soal jodoh saya nggak mematok targetan 'harus dokter!' gitu enggak. Yang terpenting yang terbaik buat saya lepas dia dokter atau bukan. Tapi ya boleh lah ya punya keinginan punya suami dokter gitu terus minta ke Allah, tapi nggak maksa juga. Intinya begitu. Anggap kita ngajuin proposal, tinggal nunggu di acc apa enggak proposal kita. Kalau di acc alhamdulillah, kalau enggak ya tetep disyukuri apa yang di dapat. Kalo soal jodoh nggak terlalu mematok meski pengen. Kalo pas di acc alias dikabulkan, masalah dokter itu mantan atau temennya mantan mah udah terserah aja, yang penting kan dokter, lol. Maksudnya, balik lagi. Ketika saya harus mematok 'Bukan mantan' terus saya dikasihnya mantan, apa saya harus protes lagi? Mungkin lama-lama Allah bakal mikir berkali-kali kalo saya minta-minta lagi gara-gara saya kurang bersyukur. Tapi kalau dikasihnya orang lain, ya alhamdulillah. Inti dari semua itu adalah yang penting yang terbaik buat saya. Allah yang memang lebih tahu, jauh lebih baik daripada saya sendiri, dan itu yang sering saya selipkan di doa saya. Jodoh yang terbaik menurut Allah, meskipun saya berharap dia adalah seorang dokter.
Dan segala kenangan saya, baik kenangan indah maupun kenangan buruk, tetaplah menjadi kenangan yang terkadang saya ketawain. Kadang juga mikir, "Oh, dulu ternyata pernah pacaran juga ya *nggak nyangka*.", lol. Kenangan bukannya seharusnya menjadi pembelajaran buat kita? Yang baik diambil, yang buruk diketawain aja, lol. Yang penting harus tetep introspeksi buat ke depan lebih baik lagi. Ketika sebuah pengalaman menjadikan kita tidak lebih baik, berarti kita sudah salah mengambil sikap dan seharusnya kembali ke 'jalan yang benar'. Jalan seperti apa itu? People's perspectives are different from each others. Setiap orang punya pemikiran dan prinsip yang berbeda, tho? Mungkin banyak hal yang nggak kalian setuju dari pernyataan saya, tapi bagi saya inilah yang benar. Kritik dan saran sudah seharusnya menjadi pertimbangan, bukan? Kebebasan berpendapat nggak cuman dalam lingkup sospol aja, tapi pada semua bidang, pendapat itu seharusnya sudah menjadi makanan sehari-hari dan sudah sepatutnya kita dengarkan dan pertimbangkan.
Masalah saat ini saya suka sama siapa, sama calon dokter atau bukan, sama calon engineer atau bukan, sama calon petani atau bukan, sama calon politician atau bukan, sama aktivis atau bukan, sama traveler atau bukan, sama calon pebisnis atau bukan, sama calon ekonom atau bukan, sama dan lain-lain atau bukan, itu...... biarkan saya dan Allah (dan beberapa teman) yang tahu. Saya membebaskan anda memiliki berbagai persepsi. Tapi, lepas dari siapa dia, saya tidak pernah menghubung-hubungkan dia dengan masa lalu saya, dari cinta pertama saya hingga pacar pertama saya (btw, saya pacaran baru sekali, lol). Prinsip saya dari pertama saya pacaran adalah ketika putus, saya nggak mau balikan. Kalaupun harus sama mantan lagi, paling tidak kita tidak mengulang tanggal jadian yang sama. Benar-benar direset dari nol, semuanya. Mungkin susah, tapi itu lebih baik.
Dan bagi saya sekarang begituan mah ntar dulu lah ya. IP aja belum pernah 4, udah mikirin tentang orang lain, lol. Kuliah bener, cari duit biar bisa hedon sepuasnya (lol!), bahagiain ortu, yang terpenting: centangin targetan dan gapai impian! Punya suami dokter itu targetan nomer sekian lah, LOL!
So, what do you think? Have I moved on?
Dan, saya suka banget satu judul post blognya Onil (Secretary of Juliet), If Everything Has Been Written Down, So Why Worry?
No comments:
Post a Comment