Barusan. Aja. Baca. Post. Orang. Dan, entah kenapa saya tiba-tiba ingin nangis.
Bukan karena kali ini saya mau galau-galauan (emang lagi galau sih, tapi galau yang lebih 'berkualitas' lah), tapi saya sedikit merasakan apa yang penulis ini rasakan. Well, she made the story by herself, based on her true story. About love and being cheated and left. No, my last love story wasn't kind of that. It was more like.... I don't know, lol. But, I really understood how her feeling for being done like that. It's not a new story, I know, but it pushed me to remember how to feel loved by someone, by a guy for sure.
Ha ha, saya nggak lagi sedih, cuman terharu aja. Berasa kebawa ke negeri antah berantah bernama hati *okay, tolong abaikan yang satu ini.
If you check my blog archive around year 2010-2012, you'll find out how I loved my boyfriend, at that time. Sometimes, I read it so miserably, that I thought I would feel it until now, but the fact I couldn't.
But, you know, time is always ticking forward, never going back again. Apa yang terjadi, ya terjadilah. Sesuatu yang tidak pernah kami prediksi ternyata terjadi juga. Mungkin saya sedikit kemakan omongan saya beberapa bulan sebelumnya, about keep the feeling until the graduation. Yes, until graduation and then whatever! Maybe he doesn't remember, but I really do.
As you perhaps know, setelah itu saya sempat suka sama salah seorang teman dan pada akhirnya, nope, I'm sorry I couldn't feel it anylonger. After all that happened, rasanya saya ingin membuang semua perasaan, menutup hati saya untuk sementara sampai semua yang menggantung di pundak saya terlepas satu persatu, dan hati saya siap untuk membuka hati yang baru.
Untuk membuang semua kenangan memang nggak akan cukup waktu setahun-dua tahun. Untuk memperbaiki apa-apa yang rusak, juga tidak semudah membalikkan telapak tangan. Untuk bisa 'berbaikan' dengan mantan, juga perlu hati yang kuat, sesuatu yang bagi kami mungkin tidak mudah. Untuk bisa menjalani pertemanan kembali, ternyata juga perlu waktu yang tak sebentar. Saya paham, saya mengerti, dan saya berusaha untuk bersabar.
Namun, banyak sekali hal positif yang saya dapatkan begitu saya putus, begitu pula dia. Kami bisa sama-sama saling fokus dengan apa yang kami harus hadapi saat ini. Bagi saya, saya semakin memperbanyak pertemanan, alhamdulillah saya akhirnya berkerudung meskipun belum sepenuhnya syar'i, saya rasanya bisa lebih pasrah kepada Allah, sekaligus mendapatkan banyak sekali pengalaman baru, nggak pusing mikirin 'mau dibawa kemana LDR kita?', nggak bakal makan hati pacar mau ngapa-ngapain di sana, I feel the freedom and I get it and I enjoy it much.
Saya pernah bertanya pada seorang teman, "Bisakah kita mengosongkan hati, dimana hati kita tidak sedang menyukai siapapun? Bisakah kita tidak menyukai seseorang?" dan teman saya menjawab, "Kalau umur-umur segini mah aku rasa udah kodratnya kita suka sama lawan jenis. Umur segini udah mateng buat mikirin hal-hal seperti itu. Aku rasa bakal sulit, tapi nggak bisa dibilang nggak mungkin juga."
Pada akhirnya, saya bertanya pada diri saya sendiri. Dan, saya hanya bisa menghela napas panjang. I've tried so hard, whatever it takes, tapi saya tidak bisa membohongi perasaan saya bahwa hati ini sedang terisi. Terisi satu nama, satu sosok yang terkadang-sering-sekali-saya-lihat-di-kampus-padahal-itu-ternyata-orang-lain, satu semangat, satu orang. Satu dia.
Terkadang saya ingin tertawa, betapa saya manusia yang bodoh karena mempercayai apa yang saya rasakan sekarang akan bertahan selamanya, bahwa dengan dia yang saya sukai sekarang akan menjadi pelabuhan terakhir hati saya. Terkadang, saya sedikit merasa sedih karena ternyata pada akhirnya Allah yang akan menentukan semuanya. Tapi, saya ingat sekali apa yang Ibu saya pernah katakan, "Jodoh itu jangan cuman dipasrahin gitu aja. Ya harus ada usahanya dong."
That's why I did my effort 2 months ago.
Dan hingga kini, terkadang saya 'menggeliat' ingin melepaskan semua perasaan, saya ingin hidup tenang, fokus kuliah, fokus kegiatan. Tapi, apa daya terkadang saya haus akan semangat dari dia. And, the last time we talked to each other, how he encouraged me, motivated me, it made me... felt like my spirit button was pushed. It began again.
Hope he still remember what I ever told him, that maybe he wouldn't be my priority for now, but he was such a spirit for me to get all I've strived for, struggled for, until now.
Berulang kali saya ingin mengosongkan hati, tapi rasanya sulit sekali. Seperti mengosongkan kolam dengan air yang masih mengucur. Kalau dibilang pacaran, I'd say no and I'm sorry. At least, not for now. Saya masih sangat menikmati seluruh rangkaian masa sekolah saya, mungkin begitu pula dia. Biarlah kami saling menjaga hati JIKA memang hati kamu masih saling bertaut. Saya percaya Allah akan menunjukkan jalan-Nya pada kami suatu hari nanti. Saya sangat percaya.
Ketika (mungkin) kami saling menyukai, tidak harus kami memperjelas status dan blahblahblahnya dengan sebutan 'PACARAN'. Itu pilihan dan kepercayaan seseorang. Tidak harus tiap hari sms, tanya kabar, perhatian, bukan marah saat dia tidak memberikan kabar. Tidak, tidak harus itu semua. Saya yakin ada cara lebih baik, di mana ketika kami saling menyukai, kami tidak harus pacaran meskipun orang mau bilang apa, tidak harus saling melempar kabar setiap hari, tahu apa yang masing-masing dikerjakan, tidak harus itu. Saya tidak pernah tahu apa yang dia lakukan, tidak pernah tahu apakah dia sehat atau sakit, sibuk apa dia sekarang. Saya tidak tahu meskipun saya ingin tahu. Tapi, biarlah. Saya selalu berharap dia selalu sehat, nggak rewel, dimudahkan segala urusannya, kuliah, maupun kegiatannya. Bagi saya, itu yang terbaik. Untuk saat ini.
"Lu nggak perhatian banget sih, Ret. Katanya sayang? Tapi nggak tahu apa-apa tentang keadaan dia" maybe someone will say like that.
Well, perhatian nggak harus dengan ngepoin orang yang kita suka, tahu dia sedang apa, atau bagaimana setiap saat, bukan? Ada saat kita buta dan tuli tentang itu, ada saat kita tahu segalanya tentang dia. Saya sih cuman mau nitip dia ke Allah di saat saya 'tidak berdaya' untuk berbuat apa-apa ke dia. Ya, balik lagi, tergantung apa yang kamu percaya.
Ketika (mungkin) kami saling menyukai, tidak harus kami memperjelas status dan blahblahblahnya dengan sebutan 'PACARAN'. Itu pilihan dan kepercayaan seseorang. Tidak harus tiap hari sms, tanya kabar, perhatian, bukan marah saat dia tidak memberikan kabar. Tidak, tidak harus itu semua. Saya yakin ada cara lebih baik, di mana ketika kami saling menyukai, kami tidak harus pacaran meskipun orang mau bilang apa, tidak harus saling melempar kabar setiap hari, tahu apa yang masing-masing dikerjakan, tidak harus itu. Saya tidak pernah tahu apa yang dia lakukan, tidak pernah tahu apakah dia sehat atau sakit, sibuk apa dia sekarang. Saya tidak tahu meskipun saya ingin tahu. Tapi, biarlah. Saya selalu berharap dia selalu sehat, nggak rewel, dimudahkan segala urusannya, kuliah, maupun kegiatannya. Bagi saya, itu yang terbaik. Untuk saat ini.
"Lu nggak perhatian banget sih, Ret. Katanya sayang? Tapi nggak tahu apa-apa tentang keadaan dia" maybe someone will say like that.
Well, perhatian nggak harus dengan ngepoin orang yang kita suka, tahu dia sedang apa, atau bagaimana setiap saat, bukan? Ada saat kita buta dan tuli tentang itu, ada saat kita tahu segalanya tentang dia. Saya sih cuman mau nitip dia ke Allah di saat saya 'tidak berdaya' untuk berbuat apa-apa ke dia. Ya, balik lagi, tergantung apa yang kamu percaya.
Well, alau boleh saya membandingkan, perasaan saya ketika saya menyukai cinta pertama saya, mantan saya, hingga saya menyukai dia, mereka sangat berbeda. Kalau cinta pertama, boleh dibilang itu masa dimana saya belajar banyak sekali hal tentang mencintai orang lain. Ketika saya pacaran pertama kali, bisa dibilang itu masa saya belajar tentang memahami orang lain sekaligus perasaannya, mengenalkan saya bagaimana rasanya menyayangin dan disayangi. Dan, untuk yang ini, bisa dibilang saya banyak belajar tentang kesabaran, tentang penantian, tentang rindu, tentang bagaimana kita ikhlas, bagaimana kita selalu berhuznudzon pada Allah, bagaimana saya bisa menjaga perasaan ini sebaik mungkin. Well, saya amat sayang dengan dia. Dan biarkan Allah yang menyampaikan rasa sayang saya padanya daripada saya yang harus menunjukkan betapa saya menyayangi dia. Wish him all the best always. Semoga Allah selalu bersamanya kapanpun dan dimanapun.
Well, sebenarnya perjalanan hidup ini bukan warna apa yang akan kita pilih, tapi bagaimana kita mewarnainya, bagaimana badai mengubah segalanya, bagaimana kita harus mewarnainya sekali lagi, dan dengan cara apa kita melakukan itu semua. Meskipun mungkin perjalanan cinta saya tidak seromantis dan sesuci kisah cinta Sayiddina Ali dan Fatimah Az-Zahra, but I hope ours can be like theirs.
So, I decided to empty my heart and fill it up again when it's finally the right time. And for you, if you do mean what you said before, keep it, because I'll keep mine. Semoga Allah selalu memberikan kita semua yang terbaik dan menjauhkan kita dari berbagai niat jahat, aamiin.
Dan, selalu saya meminta pada teman-teman saya semuanya ketika kami membahas tentang jodoh saya seorang dokter (topik yang sangat dikenal teman-teman saya meskipun tidak sepenuhnya serius :p), "Doakan saja yang terbaik, ya."
Yeah, doakan kami yang terbaik, aamiin ya rabbal alamiin :)
ku tak pernah yakin di dunia ini ada yang sepertimu
hanya satu kamu
ada satu di hatiku
ada satu di hidupku
ada satu di cintaku
ada satu kamu
- Vidi, siang hari sambil menunggu waktu di tengah kegiatan kami. I just love every moment we spent that time. Merci :) Semoga kami selalu dalam lindungan-Nya, aamiin.
No comments:
Post a Comment