Ini bukan langit senja, bukan hujan yang membasahi tanah, atau udara berangin yang meniupkan harapan dan menghilang tanpa jejak. Ini badai. Datang tiba-tiba dan menghentakkan, dan menggoyahkan.
First, you should know that everything that happens and it's all about you, I can't just speak in my mind. I just need to note it and leave :)
Untuk kamu yang (ternyata) diam-diam mengintip. I'm in the middle of gambling with myself, betting you'll come once again. And see this, the one I make (once again) for celebrating how our relationship goes so well more than I think in these hard months.
It was like a rainy day that full of storms when I saw you come. With a line of words that I've waited along this period: how are you, ret? Sederhana, namun bermakna. Bermakna karena sejak itu aku yakin, kita baik-baik saja. Paling tidak pada batas ini.
Apa kabar? Apa kabar hatimu? Apakah semenjak masa pemulihan itu semua kanker dalam hatimu terangkat?
Aku ingat sekali kamu pernah bilang kamu tidak pernah membenci waktu yang tidak akan pernah bisa kamu kembalikan. Kamu tidak pernah menyesal, kamu mengikhlaskan semua yang hilang dari dirimu. Sejak itu, aku belajar ikhlas, meski secuil dari harapan itu tidak pernah pudar. Kamu pernah bilang kamu takut aku berharap setinggi angkasa. Aku bilang, aku hidup dari berharap. Aku ada karena berharap. Aku bertahan karena berharap. Karena harapan itu yang menjadi penyegar di tengah rindu yang menyesakkan udara.
Hingga senja terakhir itu datang dan kembali memasang barikade di antara salam kita. Kembali, doa yang hanya bisa menghubungkan kita, hati kita, pikiran kita, dan biarkan ia tergantung di langit agar Tuhan membacanya.
You still don't like it when I wear high heels. You say that I become much taller than you and you stand up in a higher place, pretty high. I'm just looking at you and smiling, I'll be missing you. I really am.
You just don't know how nice that is. And on a Wednesday in a cafe, I watch my spirit begins again. :)
No comments:
Post a Comment