Well, di tengah hecticnya persiapan UAS
dan penyelesaian laporan serta tugas akhir, grup kelas kuliah saya seperti
mendapat “angin segar” dengan berita menikahnya salah satu teman saya. Iya,
teman angkatan saya, satu kelas. Berita bahagia itu sebenarnya sudah menyebar
cukup lama. Dan di awal Bulan Juni ini ia melakukan akad maupun resepsi
pernikahannya. Teman-teman saya, yang notabene kebanyakan bermental anak kosan,
lol, kidding guys, banyak yang bersemangat untuk menghadiri acara resepsi
pernikahan. Ya, saya yakin mereka ke sana bukan cuman mau cari makan gratis,
tapi juga ingin mengucapkan selamat berbahagia karena telah menempuh hidup baru
untuk salah satu teman kami J. Semua orang merasakan sukacitanya (berasa kayak tahun baru aja, ya). Ya,
alhamdulillah bisa mengendurkan ketegangan akibat segala kesibukan UAS
preparation + kegiatan yang berjubel banget akhir-akhir ini. Setelah itu...
welcome to the hell world named FINAL EXAMINATION! *buang kertas* *buang modul*
*grab novel*
Saya ikut bahagia banget sama berita
pernikahannya salah satu dari teman kami. Semoga pernikahannya langgeng sampe
maut memisahkan, selalu diberi kebahagiaan, kehrmonisan, penuh dengan cinta
serta kasih sayang, dan diberkahi Allah SWT, aamiin J.
Oke, kalau boleh jujur, saya sedikit galau
gara-gara itu. Bukan galau karena jodoh belum datang, bukan. Galau karena...
well, apa yang saya takutkan ketika saya berada di penghujung umur 19 tahun
saya... terjadi. Entah kenapa, meskipun sudah beberapa bulan berumur 20 tahun,
saya seperti masih tidak siap dengan kenyataan yang membentang setelah ini.
Real life isn’t that easy, guys, but this is life and this is real.
Benar apa kata teman saya, “Setelah ini,
berita siapa jadian sama siapa itu kayaknya bakal jadi berita yang biasa aja,
ya. Yang WOW itu berita siapa nikah sama siapa. Tahu nggak, yang beberapa bulan
lalu nikah, sekarang udah hamil, lho.”
Ya, topik yang dikonsumsi untuk cucu Adam AS
yang berumur semakin baligh seperti ini bukan lagi “Eh, tahu nggak? Dia jadian
sama dia lho!”, nggak. Bakal lebih berat dari itu.
Kenyataan bahwa saya memasuki periode itu
akhirnya seperti tamparan keras untuk saya, bahwa ini bukan sekedar mimpi di
siang bolong. Yes, once again, IT’S REAL! Bahwa saya tidak boleh lagi main-main
dengan yang namanya keputusan, apalagi masih berpikiran seperti anak kecil
bukan lagi waktu yang tepat untuk itu. Intinya, ya kuliah yang bener, biar
nilai bagus terus bisa lolos masuk di BI. Itu aja. Kegiatan? Mengimbangi dong.
Saya sadar, bukan waktunya saya untuk iri-irian karena hal sepele, ngambek juga
gara-gara hal sepele, jatuh cinta seperti monyet ke monyet lain. Intinya, tidak
ada lagi permainan. Semua harus dijalani bener-bener, semuanyaa harus
diputuskan dengan kepala dingin. Semuanya. Because there’s no way back. Masa
belajar dan mencoba kamu serasa sudah selesai. Kini yang kamu hadapi adalah
sesuatu yang lebih nyata. Analoginya seperti ketika kamu selama ini hanya di
belakang kursi kemudi simulasi mobil di Tim*ezone. Kamu bisa seenaknya saja
menabrakkan mobilmu di sisi-sisi jalan yang ada di layar depanmu. Kamu tidak
akan terluka, tidak ada pula kerugian yang kamu timbulkan. Kali ini kamu
dihadapkan pada kursi kemudi yang sebenarnya, mobil yang sebenarnya, kamu akan
menyetir dengan sebenar-benarnya, ketika bertabrakan kamu akan terluka, akan
ada kerugian yang kamu timbulkan. Sama-sama menyetir, sama-sama menghadapi
jalanan, namun kali ini sakitnya lebih terasa. Pernahkah berpikir seperti itu?
Di kebanyakan film pasti bahagia banget
kalau sudah memasuki umur yang lebih dewasa. Kalau di film-film Amerika, Eropa,
Jepang, Korea, dll pasti mereka senang karena begitu mereka dewasa, mereka bisa
melakukan apa saja yang mereka lakukan, seperti minum, dan perbuatan masiat
lainnya. Kalau di Indonesia saya yakin anak-anak muda merasa senang ketika
mereka memasuki umur dewasa karena mereka kini punya KTP, apalagi SIM, lol.
Because I felt that way, too, except having ID Card. Tapi, semakin dewasa,
seharusnya semakin paham dengan konsekuensi yang akan mereka hadapi di depan.
Bahwa berpikiran seperti anak kecil tidak akan berlaku lagi, konsekuensinya
akan terjadi seleksi alam.
Apa seleksi alam itu? Tergantung kasus yang
terjadi.
Tapi, seleksi alam tidak berarti punah. Bisa
jadi, seleksi alam itu hanya bersifat sementara, tergantung seberapa kuat kita
bertahan dan memperbaiki diri.
Oke, topik yang sangat rawan untuk
makhluk-makhluk berusia seperti ini adalah: Jodoh. Mau dia masih kuliah, sudah
lulus, sudah kerja, pasti fitrahnya sudah mikirin jodoh, jodoh, jodoh, lol.
Duh, sebenernya juga nggak mau bahas topik
beginian lagi -__-, tapi salah satu teman saya mengilhami saya untuk menulis
hal ini. Bukan teman saya yang menikah itu, ada satu lagi. Yang saya tahu, dia
sedang galau. Banget. Nggak mungkin juga saya menceritakan masalahnya di sini,
intinya dia ada masalah dengan cowok(nya).
Lucu aja kisah mereka yang sama-sama tidak
mau mengalah. Perasaan mereka ingin sama-sama didahulukan. Saya ingin
memberitahu sesuatu, tapi terkadang saya takut karena kepercayaan seseorang
terkadang berbeda. Terkadang saya hanya melihat mereka, mendengarkan teman saya
curhat, mungkin apa yang saya katakan tidak akan masuk ke logikanya, tapi saya
terkadang berusaha untuk meyakinkan bahwa... bersabarlah sebentar.
Saya bukan sok menasehati karena saya punya
banyak pengalaman. Pengalaman pacaran saya hanya satu kali, tapi dari sana saya
mengerti banyak hal. Bagaimana kita mengendalikan diri, bagaimana kita memahami
pasangan (udah kayak pasutri aja -___-), kapan kita memperjuangkan perasaan,
kapan kita mengalah. Yang saya lihat, mereka berdua kadang nggak nyambung sama
apa yang mereka perjuangkan masing-masing. Si cowok maunya begini, si cewek
bilang maunya begitu, si cowok sepertinya kurang paham, akhirnya tengkar lagi.
Jujur, terkadang saya sedih melihat mereka berdua. Pernah sekali saya melihat
mereka berdua duduk bersama dan saling tertawa. Legaaa rasanya mereka baikan.
Tapi lihat deh setelah itu -___-
Haaah, jatuh cinta itu memang kebanyakan
makan hati. Sepertinya keputusan saya untuk mengosongkan hati untuk sementara
adalah pilihan yang tepat. Nggak mau mikirin pacaran, apalagi nikah. Cuman bisa
berdoa ke Allah, ketika saya sudah memenuhi semua misi saya sebelum menikah,
maka pertemukan saya dengan jodoh saya, dan semoga jodoh saya dokter, aamiin ya
rabb, lol!
Mikirin tanggung jawab ke orang tua saja
sudah cukup berat, apalagi nambah satu lagi orang yang dipikirin. Saya nggak
mau terganggu sama itu semua dulu. Hem, mungkin dia mikir yang sama juga. Semoga iya, karena ketika dia akhirnya bisa membuat keluarganya
tersenyum, saya juga ikut bahagia J
Dan untuk teman saya, Tasha Nakita, selamat
menempuh hidup baru J. Cepet punya momongan yaa biar kita-kita anak AGB 49 cepet dikaruniai
ponakan, he he.
Well, saya nggak mau dipusingin sama nyari
jodoh. Bagi waktu antara rapat-kuliah-rapat-kuliah aja udah pusing kok, lol.
Okay, selamat bermabok ria dengan laporan + materi UAS! Ganbatte! J
#semangatindirisendiri #nggakadayangnyemangatin #nggakjadidisemangatin
#semangatjugabuatAGB49 #semangatjugabuatdosen #semangatUAS #semangatbuatAGB48
#semangatbuatskripsibuatAGB47 #semangatbuatanakFEM #semangatbuatanakIPB
#selamatdatangangkatan51 #selamatujianuntukanakBojes #selamatujianuntukrumahBalebak
#SaveTheDate #11harimenujuhomeland #semangatIP4 #semangatnilaiA #ganbatte
#kebanyakansemangat #maboksemangat #okedahsemangatajabuatsitu
1 comment:
semangat Retno :)
Post a Comment