Kala itu aku berdiri di depan pagar yang membatasi dunia kita. Melihat ke arah tamanmu yang indah, seperti mimpiku bertahun-tahun yang lalu yang akhirnya menjadi nyata. Senyumku tertahan di sudut bibir, antara meresapi dunia mimpi dan menghadapi dunia nyata. Tidak ada hujan, matahari pun bersinar terang. Udara kering, angin serasa tak bergerak. Tak ada tanda-tanda alam yang bisa memberikan model yang tepat untuk menggambarkan takdir kita. Mungkin aku punya seribu alasan untuk tetap merindumu, namun aku juga punya seribu alasan untuk diam dan menguburnya di dasar bumi. Aku takkan pernah punya satupun alasan untuk menangis ataupun tertawa, tapi aku masih sejuta kata yang aku rangkai menjadi harapan. Rangkaian itu yang setiap senja aku kirim ke depan pagar itu untuk kamu nikmati setiap kamu datang maupun kembali. Sadar ataupun tidak, hatimu memilih kembali.
Thursday, 26 June 2014
Monday, 16 June 2014
Postingan Akhir Semester (Curhatan Yang Mau Semester 5)
Well, di tengah hecticnya persiapan UAS
dan penyelesaian laporan serta tugas akhir, grup kelas kuliah saya seperti
mendapat “angin segar” dengan berita menikahnya salah satu teman saya. Iya,
teman angkatan saya, satu kelas. Berita bahagia itu sebenarnya sudah menyebar
cukup lama. Dan di awal Bulan Juni ini ia melakukan akad maupun resepsi
pernikahannya. Teman-teman saya, yang notabene kebanyakan bermental anak kosan,
lol, kidding guys, banyak yang bersemangat untuk menghadiri acara resepsi
pernikahan. Ya, saya yakin mereka ke sana bukan cuman mau cari makan gratis,
tapi juga ingin mengucapkan selamat berbahagia karena telah menempuh hidup baru
untuk salah satu teman kami J. Semua orang merasakan sukacitanya (berasa kayak tahun baru aja, ya). Ya,
alhamdulillah bisa mengendurkan ketegangan akibat segala kesibukan UAS
preparation + kegiatan yang berjubel banget akhir-akhir ini. Setelah itu...
welcome to the hell world named FINAL EXAMINATION! *buang kertas* *buang modul*
*grab novel*
Friday, 6 June 2014
Hujan (di) Bulan Juni
Hujan Bulan Juni
karya: Sapardi Djoko Damono
tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon berbunga itu
1989
"
Pertama kali saya jatuh cinta dengan puisi ini adalah ketika saya membaca judulnya: "Hujan Bulan Juni". Benar, seharusnya tidak ada hujan di Bulan Juni karena, jika cuaca masih menuruti prosedur musim, Juni adalah musim kemarau.
Tapi, tidak. Bukan karena Juni adalah musim kemarau yang menjadi kecintaan saya selanjutnya pada puisi ini.
Apa Impianmu Hari Ini?
Pernah nggak pas masih sekolah kepikiran mau jadi apa pas sudah besar, mau masuk kuliah mana, mau berkecimpung di dunia seperti apa?
Most of you must've thought about it, I'm pretty sure. Now the real question is, apa kuliahmu atau dunia kerjamu sekarang sudah sama seperti yang kamu bayangkan dulu? Atau paling nggak nyerempet lah, atau masih batu loncatan dulu kek atau gimana?
Before that, I want to share about my dream. Pretty old dream.
Subscribe to:
Posts (Atom)