Dari semua tema dan topik yang sering aku bayangkan, well, imagination I make the most is My Future Life. Siapa juga yang nggak pernah membayangkan kehidupan di masa mendatang. That's why kids have a lot of dreams, a lot of imagination. And you know what, most of them is about their future life. Simplest example, kalau seorang anak TK ditanya, "Nanti kalau udah gede mau jadi apa?" Atau, perhatikan deh mereka saat bermain dengan teman-teman sebayanya. Biasanya, anak-anak perempuan lebih suka main rumah-rumahan, dimana secara tidak langsung mereka berperan menjadi ibu-ibu rumah tangga, atau bermain masak-masakan. Unfortunately, we don't realize it, do we?
But, that's not the point I will tell you.
Aku tidak pernah mempunyai bayangan menjadi apa aku kelak ketika dewasa. Dan entah mengapa, dulu aku sering sekali ikut ayah ke Bank. Itulah awal aku berimajinasi.
Aku suka bau ruangannya. Dingin, dan ada udara lain yang tak bisa kau hirup di tempat lain selain di sana. Pegawai-pegawainya ramah dan enak dipandang. Senyumnya juga menawan. Tapi ada satu hal yang membuatku lebih tertarik daripada itu semua: the smell of fresh money that has been just taken from the bank. I know, it was too much for a 5-year-old girl. But, that created my dream, as a Banker. And, everytime I entered the Bank, I used to imagine that I'd sit behind the desk, share my best smile to the customers, give the best services, and get fresh money on my pay day. Lol! But, it's true.
I love the smell of a hospital (except the general one). Bagiku, baunya menyejukkan. Entah bagaimana bisa semenyejukkan itu. Yang pasti aku suka sekali. Sayangnya, aku jarang ada jadwal control di rumah sakit #lho. Yaa jangan sampai sering-sering juga sih. Tapi, yang menakjubkannya lagi, aku paling suka melihat plang nama dokter yabg menggantung di langit-langit. Once again, I imagined his name (my future husband) will be hung up up there, as... I don't know in what specialist. KARENA waktu itu aku masih bersama dia, jadi aku sering membayangkan namanya tergantung di sana dan di depan ruang prakteknya, mengantri pasien-pasien yang akan memasuki ruangannya. Sering sekali aku membayangkan hal-hal seperti itu. Tidak hanya dia, tapi juga teman-teman yang bermimpi menjadi seorang dokter. Pernah aku menyampaikan imajinasiku itu padanya.
Dan sayangnya, aku hanya... well, hanya bisa mengubur imajinasi itu sedalam-dalamnya di lubang penuh buaya. Yeah, biarkan buaya-buaya itu yang melahapnya.
Aku sedang 'bergelut' di jalanan Kota Jember yang mulai padat ketika aku melihat sebuah baliho. Di dalamnya berderet dokter-dokter gigi dengan senyum menawan. Tiba-tiba, dan sekali lagi, muncuk di benakku sebuah gambar, tidak, sebuah sosok seorang sahabat. Otakku membentuk bayangan sempurna, sahabat itu berada di deretab dokter-dokter gigi di baliho tersebut. Aku tersenyun dalam hati.
Sebenarnya menyenangkan sekali bisa berimajinasi seperti itu. Secara tidak langsung, kita seperti menyuntikkan energi positif dan optimisme pada mereka. Yang dulu nggak pede buat jadi dokter dan bercita-cita ingin masuk STAN, kemudian jadi perawat, berkembang lagi jadi kepala rumah sakit, ternyata sekarang bisa jadi calon dokter hebat! Betapa Allah memang punya rencana yang lebih baik.
Seberapapun kerasnya kita berimajinasi, tentu tetap ada yang Yang Maha Berkuasa yang memutuskan imajinasi kita layak untuk dimasukkan dalam scene film kehidupan kita.
Tapi apapun yang terjadi, aku tak mau berhenti berimajinasi, meskipun aku tahu hal itu mungkin tidak akan terjadi. Tidak ada salahnya, kan? :)
I love the smell of a hospital (except the general one). Bagiku, baunya menyejukkan. Entah bagaimana bisa semenyejukkan itu. Yang pasti aku suka sekali. Sayangnya, aku jarang ada jadwal control di rumah sakit #lho. Yaa jangan sampai sering-sering juga sih. Tapi, yang menakjubkannya lagi, aku paling suka melihat plang nama dokter yabg menggantung di langit-langit. Once again, I imagined his name (my future husband) will be hung up up there, as... I don't know in what specialist. KARENA waktu itu aku masih bersama dia, jadi aku sering membayangkan namanya tergantung di sana dan di depan ruang prakteknya, mengantri pasien-pasien yang akan memasuki ruangannya. Sering sekali aku membayangkan hal-hal seperti itu. Tidak hanya dia, tapi juga teman-teman yang bermimpi menjadi seorang dokter. Pernah aku menyampaikan imajinasiku itu padanya.
Dan sayangnya, aku hanya... well, hanya bisa mengubur imajinasi itu sedalam-dalamnya di lubang penuh buaya. Yeah, biarkan buaya-buaya itu yang melahapnya.
Aku sedang 'bergelut' di jalanan Kota Jember yang mulai padat ketika aku melihat sebuah baliho. Di dalamnya berderet dokter-dokter gigi dengan senyum menawan. Tiba-tiba, dan sekali lagi, muncuk di benakku sebuah gambar, tidak, sebuah sosok seorang sahabat. Otakku membentuk bayangan sempurna, sahabat itu berada di deretab dokter-dokter gigi di baliho tersebut. Aku tersenyun dalam hati.
Sebenarnya menyenangkan sekali bisa berimajinasi seperti itu. Secara tidak langsung, kita seperti menyuntikkan energi positif dan optimisme pada mereka. Yang dulu nggak pede buat jadi dokter dan bercita-cita ingin masuk STAN, kemudian jadi perawat, berkembang lagi jadi kepala rumah sakit, ternyata sekarang bisa jadi calon dokter hebat! Betapa Allah memang punya rencana yang lebih baik.
Seberapapun kerasnya kita berimajinasi, tentu tetap ada yang Yang Maha Berkuasa yang memutuskan imajinasi kita layak untuk dimasukkan dalam scene film kehidupan kita.
Tapi apapun yang terjadi, aku tak mau berhenti berimajinasi, meskipun aku tahu hal itu mungkin tidak akan terjadi. Tidak ada salahnya, kan? :)
No comments:
Post a Comment