Yang saya ingat
hanya ketika ia memperkenalkan saya dengan puasa satu ini. Dua tahun yang lalu,
ketika saya berdebat dengannya mengenai puasa sunnah (yang sebenarnya tidak terlalu
menjadi topik yang penting), saya mengatakan bahwa sebaiknya ia mencoba puasa
sunnah Senin-Kamis setiap minggunya. Ia sempat menolak atau entah bagaimana
saya hanya samar-samar mengingatnya. Kemudian, ia mengatakan bahwa ia akan
mencoba puasa Daud. Saya yang pertama kali mendengarnya terheran-heran. Jujur,
saya tidak pernah mendengar puasa satu ini. Kemudian dia menjelaskan kepada
saya tentang puasa sunnah ini, puasa yang dilakukan dua hari sekali selama 40
hari, puasa yang pernah dilakukan oleh Nabi Daud. Ya, dia yang memperkenalkannya
pada saya. Saat itu, saya merasa ia terlalu buru-buru dalam memutuskan. Menurut
saya, sebaiknya ia mencoba puasa Senin-Kamis dulu, baru setelah ia kuat
menjalaninya ia mencoba puasa Daud. Tapi, dia adalah anak yang sangat keras
kepala.
Selama sekitar tiga minggu-empat
minggu ia lancar melakukan puasa Daud. Ia bilang ia melakukannya bersama adik
dan mamanya. Baguslah, batin saya. Saya pribadi ingin sekali bisa
melaksanakannya, namun saya masih ragu, takut nggak kuat. Jadi, saya menunggu waktu
yang pas untuk melakukannya. Akhirnya, ia sempat break dari puasa Daud. Katanya
ia tidak dibangunkan sahur atau Mamanya yang sedang tidak solat atau tidak ada
makanan di rumah atau alasan lain sebagainya. Tapi terkadang ia kembali
melakukannya. Siapa sih yang tidak senang ia melakukan kebaikan seperti itu?
Lama setelah kejadian itu,
tepatnya ketika saya menginjak di bangku kuliah, seorang teman dekat saya
pernah mengajak saya untuk melakukan puasa ini pada awal-awal semester ganjil.
Hitung-hitung hidup hemat. Namanya juga mahasiswa. Tapi sayangnya kami tidak
sempat melakukannya. Entah mengapa, saya sendiri masih merutinkan puasa
Senin-Kamis, tapi belum siap melakukan puasa Daud.
Mungkin baru akhir-akhir ini
Allah mengijinkan saya melakukan puasa Daud, insya Allah. Ya, saya mulai
mencoba berpuasa dua hari sekali. Saya ingat sekali ketika ia memperkenalkan
puasa ini pada saya. Really thanks to him. Dan ketika semalam saya melakukan
sahur, saya membaca niat, seperti biasa. Kemudian saya menyadari sesuatu.
Namanya.
Tidakkah kalian menyadari? His
name reflects Daud Prophet. Tidakkah kalian menyadari?
Saya memang tidak tahu secara
pasti karena namanya sendiri sangat asing untuk sebuah nama orang Indonesia.
Saya yakin begitu orang pertama kali mengetahui namanya, mereka pasti
menganggap dia adalah orang Kristiani. Ya. Adakah di Al-Quran menyebutkan nama
“David”? Yang ada “Daud”.
Saya pernah menganalisis (well,
bukan menganalisis tepatnya, melainkan menduga-duga) bahwa beberapa nama yang
ada di umat Kristiani merefleksikan nama-nama yang ada di Islam (Al-Quran),
jika kita lihat asal-usul mereka yang saling berkaitan. Bagi umat Islam mungkin
paham dengan maksud saya ini. Ya, Injil yang dibawa Nabi Isa AS dan Al-Quran yang
dibawa Nabi Muhammad SAW adalah saudara. Tentu ada isinya tak mungkin berbeda
karena mereka berasal dari “sumber”
yang sama, meski tak semuanya sama persis. Dan saya menduga, orang-orang di
jaman Nabi Isa pasti mengenal Malaikat Jibril, Nabi Daud, namun dengan
interpretasi yang berbeda. Mungkin mereka menganggap “Gabriel” pada jaman itu
tapi sebenarnya adalah “Malaikat Jibril” (look, even the pronounciation is
almost the same), “David” yang sebenarnya “Nabi Daud”, “Joseph” yang sebenarnya
“Nabi Yusuf”, “Noah” yang berarti “Nabi Nuh”, “Jacob” yang berarti “Nabi
Yakub”, “Michael” yang berarti “Malaikat Mikail”, “Moses” yang berarti “Nabi
Musa”, “Zachary” yang berarti “Nabi Zakaria”, dan mungkin masih ada beberapa
lagi yang masih belum saya temukan. Ya, mungkin saya menduga-duga bedasarkan pronounciation mereka yang mirip-mirip
lah. Tapi, entahlah kebenarannya. Harus dibuktikan dengan penelitian literatur
lebih lanjut memang. Well, saya hanya orang awam yang tak paham. Hanya Allah
satu-satunya yang Maha Mengetahui, isn’t He? Entahlah, mungkin juga memang ada
yang bernama “Gabriel” atau yang lainnya pada masa itu dan berperan dalam
penyebaran Injil atau bagaimanalah saya juga tidak tahu.
Saya mohon maaf jika ada yang disinggungkan
dari post ini karena sebenarnya saya tidak bermaksud menyama-nyamakan, hanya menduga saja. Sebagai manusia yang tidak
sempurna dan khilaf, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Back to the main point. Jadi,
begitulah. Ya, sekali lagi, ketika saya mengucapkan niat berpuasa, saya baru
menyadari bahwa hal ini merefleksikan namanya. Rasanya saya ingin tertawa
menyadari kenyataan seperti ini. Well, bagaimana tidak? Dia orang pertama yang
mengenalkan saya dengan puasa sunnah satu ini, mengajarkannya, memotivasi saya
untuk melakukannya, dan nama puasanya merefleksikan namanya, menurut
interpretasi saya sih. Tapi setidaknya... well, closest pronounciation lah.
Rasanya seperti puasa sunnah ini terinspirasi oleh sebuah nama yang
mengajarkannya pada saya. Dan, tentu saja hanya saya yang merasakan. Kebetulan
yang sangat aneh, huh?
I may call it another “Universe
Conspiracy”. Silakan jika kalian berpikir saya mengada-ada.
Subhanallah. Hanya Allah yang
tahu. But, really thanks to him. Lewat dialah saya merasa jauh lebih dekat
dengan Sang Pencipta Alam Semesta. Mungkin, kami memang dijodohkan untuk
bertemu, meski hanya sejenak saja. Alhamdulilah. Nikmat Allah mana yang saya
dustakan?
Paling tidak, saya punya sebuah
alasan lagi untuk tidak membenci kehadirannya dalam hidup saya.
No comments:
Post a Comment